Sekelumit kisah perjalanan disebuah kota bagian timur pulau Jawa. Daearah yang Terkenal dengan suku osing dan tari traditional Gandrung. Namun catatan ini bukan untuk mengupas masalah budaya masyarakat Banyuwangi namun sekedar bertutur tentang sepenggal kisah motivasi saat presentasi di salah satu rumah sakit di sana.
17 Juni 2010 lalu, Saya ikut serta Bapak Harry Bagyo Presiden Komisaris PT. Merapi Utama Pharma, Komisaris PT Amerta Indah Otsuka (produsen minuman ion Pocari) dan Advisor PT. Widatra Bhakti memberikan presentasi di rumah sakit AL Huda Banyuwangi Jawa timur. Sebelum Bapak Harry Bagyo presentasi, saya diminta ikut memberikan Presentasi. Pada saat presentasi, iseng-iseng Saya mengeluarkan uang lembaran Rp 50.000. kemudian saya menawarkan “Silahkan, bapak dan Ibu yang mau uang ini, boleh ambil”. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke muka audiens sambil menjulurkan uang Rp 50.000.
Namun, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi kalimat Saya beberapa kali dengan nada serius. Beberapa orang tampak tersenyum dan tertawa, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Kemudian, seorang pria yang duduk dibelakang berdiri celingak celinguk namun tak lama duduk kembali. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang yang duduk ditengah bergerak cepat ke depan. Akhirnya hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.
Saya ulangi pesan Saya, “Silahkan ambil, silahkan ambil.” Kemudian Ia pun menarik uang kertas itu dari tangan Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, “Kembalikan, kembalikan!” . Saya mengatakan, “Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya.” Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.50.000.
Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan: “Saya pikir Bapak cuma main-main ………… ”, “Nanti uangnya toh diambil lagi”. “Malu-maluin aja”. “Saya tidak mau kelihatan bernafsu. Kita harus tetap terlihat cool!”. “Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu …..”. “Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya.…”. “Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas…..”. “Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang…….”. “Saya, kan duduk jauh di belakang…”, “ Nilainya kecil sih pak…” dan seterusnya. Kemudian juga ada yang mengatakan “Ulangi lagi Pak, akan segera saya sambar”.
Saya sampaikan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan kita sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan) , tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak segera menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Kita selalu terlambat take action. kita selalu menunggu kesempatan tersebut benar benar nyata baru kita bertindak. Kesempatan jarang sekali datang untuk yang kedua kali. Dan sebenarnya tidak ada satu kesempatanpun yang hilang, yang ada adalah kesempatan yang diambil oleh orang lain.
Seperti kata Rhenald Kasali dalam bukunya ChaNge bahwa “Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan).
Bagaiaman dengan Anda???
Bagus
Setuju kesempatan tidak akan datang 2 kali
Manfaatkan peluang dengan baik